20.5.08

Libur Dimana, Cappuccino?

Dimana kau waktu itu

Waktu aku berjingkat-jingkat tengah malam
Di tengah taburan remah kawat
Sampai akhirnya pagi datang membawa pesan:
“Jangan harap matahari terbangun, karena hari ini dia libur,”

Waktu aku berjalan-jalan di pinggir hutan
Mencari tapak sepatu boot warna cokelat
Lalu cerpelai berbisik sinis:
“Jangan kau tunggu pelangi menari, karena hari ini dia libur,”

Waktu aku menonton film di bioskop
Tentang perjuangan manusia mutan
Sampai akhirnya kamera mengiba:
“Jangan kau cari teman dudukmu, karena hari ini dia libur,”

Waktu aku bertumpang kaki di taksi
Memutari gang sempit sepanjang sungai
Lalu sang sopir mengeluh berkepanjangan:
“Jangan ajak serpihan hati serta, karena hari ini dia libur,”

Benarkah hari itu libur?
Dimana kau?

Posted by Lia @ 2:24 AM :: (1) comments

12.5.08

Tentang Dua Huruf #2

DZ

Ternyata menulis tentang dia akhirnya aku kategorikan sebagai yang tersulit. Karena itu Tentang Dua Huruf yang kedua ini baru muncul.

Morgan Freeman. Dia adalah salah satu pemain watak kawak yang aku beri three thumbs up. Tokoh Dua Huruf-ku kali ini (dengan berat hati) juga kuberi jumlah jempol yang sama, untuk hal serupa. Berkali-kali aku diam dalam kesulitan pengejawantahan. Bicara bergudang-gudang dalam waktu miliaran jam perhari tidak membuatnya kehilangan kontrol diri. Sensor gerak yang sejak lahir tertanam pada bagian bawah kepalaku, sudah diset pada level tertinggi. Hasilnya? Introspeksi diri.

Setiap satu kata yang terlontar darinya berpotensi menjebak. Antenaku sudah kupasang semua sejak hari kedua bertemu dia. Perjalanan pendek yang menguras isi benak bisa memaksa siapapun memaksimalkan shield. Intimidating? Ah, kata ini sudah terlanjur milik orang lain. Walaupun –jika mau sedikit objektif-sebenarnya dialah yang berhak menyandangnya.

Bahkan ketika hanya bicara tentang energi, tentang dua garis sejajar, tentang komunitas tengah malam atau cuma tentang sejarah satuan waktu terkecil, sekeliling kepalaku dipaksa terjeruji tanpa sempat menoleh sedikitpun dari matanya.

Tapi tahu tidak… Sekian menit di pangkal pagi itu, aku benar-benar melihatnya transparan tanpa amunisi. Ssst…. Biarkan dia tidak tahu. Dekadensi arogansi? Manifestasi kekalahan logika? Entahlah.

But well, still, he is a Danger Zone.

Posted by Lia @ 11:58 PM :: (0) comments

Mimpi Hilang

Mimpi itu ternyata masih ada. Tetap utuh, hanya saja tersulam di tempat yang berbeda. Terima kasih untuk menunjukkannya padaku, sebab aku hampir mati kelelahan mencarinya kemana-mana. Kali ini aku akan menyimpannya dengan baik, di tempat yang kau bilang dulu.

~sore ini aku memilih minum cappucino~

Posted by Lia @ 5:08 PM :: (0) comments